1.
Pengertian
Ta‘zîr adalah sanksi atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak had dan kafarah.
Pada dasarnya, sanksi ta‘zîr ditetapkan berdasarkan pendapat seorang qâdhi
dengan mempertimbangkan kasus, pelaku, politik, dan sebagainya. Dr. Abdurrahman
al-Maliki mengelompokkan kasus ta‘zîr menjadi tujuh:
(1) pelanggaran terhadap kehormatan;
(2) penyerangan terhadap nama baik;
(3) tindak yang bisa merusak akal;
(4) penyerangan terhadap harta milik orang lain
(1) pelanggaran terhadap kehormatan;
(2) penyerangan terhadap nama baik;
(3) tindak yang bisa merusak akal;
(4) penyerangan terhadap harta milik orang lain
(5) mengancam keamanan Negara;
(6) kasus-kasus yang berkenaan dengan agama;
(7) kasus-kasus ta‘zîr lainnya.
Secara bahasa ta'zir merupakan mashdar (kata dasar) dari 'azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Ta'zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta'zir, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha' mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al Qur'an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Ta'zir sering juga disamakan oleh fuqoha' dengan hukuman terhadap setiap maksiyat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat
(6) kasus-kasus yang berkenaan dengan agama;
(7) kasus-kasus ta‘zîr lainnya.
Secara bahasa ta'zir merupakan mashdar (kata dasar) dari 'azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Ta'zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta'zir, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha' mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh al Qur'an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Ta'zir sering juga disamakan oleh fuqoha' dengan hukuman terhadap setiap maksiyat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat
Bisa dikatakan pula, bahwa ta'zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan
hukuman ta'zir (selain had dan qishash diyat). Pelaksanaan hukuman ta'zir, baik
yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu
menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya
kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta'zir tidak ditentukan ukurannya atau
kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan
sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
Hukuman ta'zir adalah hukuman yang bersifat pengajaran terhadap berbagai
perbuatan yang tidak dihukum dengan hukuman hudud atau terhadap kejahatan yang
sudah pasti ketentuan hukumnya hanya syaratnya tidak cukup (misalnya saksi
tidak cukup dsb). Pelaksanaan hukuman takzir ini diserahkan kepada penguasa
yang akan menjatuhkan hukuman. dan dalam hal ini hakim atau penguasa memiliki
kebebasan untuk menetapkan hukuman ta’zir kepada pelaku tindak pidana yang
hukumannya tidak disebutkan dalam Alquran. Pemberian hak ini adalah untuk
mengatur kehidupan masyarakat secara tertib dan untuk mengantisipasi berbagai
hal yang tidak diinginkan. Tindak pidana yang dikenakan hukuman ta’zir selain
tindak pidana yang dihukum dengan hudud, qisas atau diyat, dan kiffarat. Bentuk
hukumannya bisa berupa hukuman mati, dera, kurungan, pengasingan, salib,
ancaman, denda, dsb.
2.
Macam-Macam Ta’zir
Dilihat dari hak yang dilanggar,
ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian:
1. Jarimah yang berkaitan dengan hak Allah. Yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan
umum, seperti pencurian, penimbunan bahan pokok dan lain-lain. Bisa dikatakan
juga dengan hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang karena meninggalkan
kewajiban, seperti tidak membayar zakat.
2.
Jarimah yang berkaitan dengan hak
perseorangan. Yaitu perbuatan yang mengakibatkan
kerugian kepada orang tertentu atau bisa juga sabagai suatu siksaan yang
dijatuhkan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syariat, seperti penipuan,
pengkhianatan, penghinaan dan lain-lain.
5
Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir
dibagi menjadi tiga bagian:
1. Ta’zir atas perbuatan maksiat. Yaitu semua maksiat yang telah ditetapkan dalam Al-Quran
namun tidak ada ketentuan atas hukuman yang dijatuhkan. Seperti memakan harta
anak yatim, riba, menghina orang lain dan lain-lain, hukumannya pun lebih
ringan dari pada had.
2. Ta’zir atas perbuatan yang membahayakan kepentingan umum. Yaitu semua tindak pidana yang dianggap melanggar
kepentingan umum. Apabila dalam suatu perbuatan terdapat unsur yang merugikan
kepentingan umum maka perbuatan tersebut dianggap jarimah dan pelaku dikenakan
hukuman.
3.
Ta’zir atas pelanggaran (mukhalafah). Jenis yang ketiga ini sepenuhnya ditentukan oleh ulil
amri, seperti pelanggaran disiplin pemerintah.
Abdul Aziz Amir membagi
jarimah ta’zir secara terperinci kepada bebapa bagian, yaitu
1.
Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan
pembunuhan.Pembunuhan itu diancam dengan
hukuman mati. Apabila qishash dimaafkan maka hukumannya adalah diyat.
Apabila diyatnya dimaafkan maka Ulul Amri berhak menjatuhkan ta’zir bila hal
ini dipandang lebih maslahat.
1.
Jarimah ta’zir yang berhubungan
dengan pelukaan.
Menurut Imam Malik, hukuman ta’zir
dapat digabungkan dengan qishash dalam jarimah pelukaan, karena qishash
merupakan hak adami, sedangkan ta’zir sebagai imbalan atas hak masyarakat. Di
samping itu, ta’zir juga dapat dikenakan terhadap jarimah pelukaan apabila
qishashnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang
dibenarkan oleh syara’. Hal ini didasarkan pada penjelasan surat al-Maidah ayat
45 :
“Dan kami Telah tetapkan terhadap
mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya,
Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang zalim.”
Ayat ini diindikasikan behwa setiap
manusia mempunyai hak hidup dan tidak seorangpun yang boleh mengganggu hak
hidup orang lain, sehingga jika terjadi perbuatan yang menyebabkan hilangnya
nyawa orang lain, meskipun dilakukan dengan ketidaksengajaan, maka pelakunya
tidak dibiarkan begitu saja melainkan disuruh membayar ganti rugi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar