A. PENGERTIAN AKAD IJARAH
Menurut Sayyid
Sabiq dalam Fikih Sunnah, al Ijarah berasal dari al Ajru yang berarti al’Iwadhu
(ganti/kompensasi). Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembiayaan
upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri. Jadi ijarah dimaksud untuk mengambil manfaat atas suatu barang atau
jasa (memperkerjakan seseorang) dengan jalan pengganti (membayar sewa atau upah
sejumlah tertentu).
Dari pengertian
diatas, ijarah sejenis dengan akad jual beli namun yang dipindahkan bukan hak
kepemilikannya tapi hak guna atau manfaat, manfaat dari suatu asset atau dari
jasa/pekerjaan.
Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk
memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.[1]
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.[2]
Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemmilikan, tetapi
hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewa kepada penyewa.
B. HAK DAN KEWAJIBAN KEDUA
BELAH PIHAK
Asset yang
disewakan (objek ijarah) dapat berupa rumah, mobil, peralatan, dan lain
sebagainya. Karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu asset, sehingga
segala sesuatu yang dapat ditransfer manfaatnya dapatmenjadi objek ijarah.
Dengan demikian, barang yang dapathabis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek
ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti memilikinya. Bentuk lain dari objek
ijarah adalah manfaat dari suatu jasa yang berasal dari hasil karya atau dari
pekerjaan seseorang. Contoh: Nona Saras menggunakan jasa penjahit Isma,atau
Isma memperkerjakan Elin. Hubungan pekerja dan pemberi kerja (upah-mengupah) termaksud
dalam akad ijarah, dan pengguna jasa harus membayar upah.
Akad ijarah
mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan asset yang dapat digunakan atau yang
dapat diambil manfaat darinya selama periode akad dan memberikan hak kepada
pemberi sewa untuk menerima upah sewa(ujrah).
Misalnya menyewakan LCD, maka LCD tersebut harus dapat digunakan, bukan LCD
yang rusak yang tidak dapat diambil manfaat darinya.
Apabila terjadi
kerusakan yang mengakibatkan penurunan nilai kegunaan dari asset yang disewakan
dan bukan disebabkan kelalaian penyewa, pemberi sewa berkewajiban menanggung
biaya pemeliharaannya selama periode akad atau menggantinya dengan asset
sejenis. Pada hakikatnya pemberi sewa berkewajiban untuk menyiapkan asset yang
disewakan dalam kondisi yang dapat diambil manfaat darinya.
Penyewa
merupakan pihak yang yang menggunakan/mengambil manfaat atas asset sehingga
penyewa berkewajiban membayar sewa dan menggunakan asset sesuai dengan
kesepakatan (jika ada), tidak bertentangan dengan dengan syariah atau menjaga
keutuhan tersebut. Apabila kerusakan asset terjadi karena kelalaian penyewa
maka ia berkewajiban menggantinya atau memperbaikinya. Sselama masa perbaikan,
masa sewa tidak bertambah. Pemberi sewa dapat meminta penyewa untuk menyerahkan
jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerusakan (ED PSAK 107).
Dalam kontrak,
tidak boleh dipersyaratkan biaya pemeliharaan akan ditanggung penyewa karena
hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar).
Hanya biaya pemeliharaan rutin dan tidak material yang dapat ditanggung
penyewa, seperti ganti busi yang disewa.
Seperti yang
telah dijelaskan di atas, penyewa dan pengguna jasa atau pemberi kerja
berkewajiban membayarkan sejumlah tertentu berupa sewa atau upah sesuai dengan
akad. Begitu harga itu disepakati maka sepanjang masa akad tidak boleh berubah,
Misalnya: A menyewakan rumahnya pada B dengan harga sewa Rp 20 juta untuk waktu
2 tahun. Dalam akad ijarah, rumah tetap milik A, B mempunyai hak untuk
menggunakan rumah tersebut selama 2 tahun, dan Bberkewajiban membayar Rp 20
juta. Namun apabila kontrak diperpanjang, maka atas kontrak yang baru ini boleh
saja harga berubah bias sama, lebih tinggi atau lebih rendah.
Pengalihan
kontrak atau aseet yang sewa kemudian disewakan kembali pada pihak lain boleh
dilakukan baik dengan harga sama, lebih tinggi atau lebih rendah asalkan
pemberi sewa mengizinkannya. Namun bila disewakan kembali pada pemberi sewa,
maka syaratnya adalah kedua akad (yaitu dari pemberi sewa ke penyewa pertama
atau dari penyewa pertama ke penyewa berikutnya yang tidak lain pemberi sewa
sendiri) harus tunai. Hal itu untuk menghindari transaksi sejenis bai al Innah
yang di larang secara syariah.
Pemayaran sewa
dapat dibayar dimuka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan antara
pemberi sewa dan penyewa. Apabila yang disepakati adalah pembayaran tangguh dan
terjadi penundaan pembayaran akibat penyewa lalai (bukan karena tidak mampu
secara financial), maka dapat dikenakan denda, yang akan digunakan sebagai dana
kebajikan.
Apabila atas
ijarah dibayarkan uang muka, dan penyewa membatalkan akad, maka uang muka
tersebut menjadi hak pemberi sewa. Lebih disarankan agar hak pemberi sewa
adalah sebesar opportunity cost yang
ditimbulkannya, yaitu uang yang bias sisapatkannya dengan menyewakan pada pihak
lain dapat sehingga selisih antara uang muka dan opportunity cost nya dikembalikan kepada penyewa..
Akad ijarah
memiliki resiko berupa gagal bayar dari penyewa, asset ijarah rusak, atau
penyewa menghentikan akad sehingga pemberi sewa harus mencari penyewa baru.
Akad ijarah
hendaknya membuat atuaran tentang jangka waktu akad, misalnya sewa atau upah,
cara pembayaran sewa atau upah (dimuka, angsuran atau di akhir), peruntukan
asset yang disewakan dan hal lainnya yang dianggap penting. Begitu kontrak
disetujui maka ia bersifat mengikat kedua belah pihak dan apabila ada perubahan
paada isi kontrak harus disepakati keduanya. Setelah akad di tandatangani,
pemberi sewa tidak dapat menyewakan asset yang telah disewakannya pada pihak
lain untuk periode akad yang sama.
Perjanjian mulai
berlaku efektif ketika penyewa dapat menggunakan asset yang disewanya bukan
saat penandatanganan kontrak, sebaliknya pda saat itu pemberi sewa berhak
menerima pembayaran sewa atau upah.
C. KESEPAKATAN MENGENAI
HARGA SEWA
Misalnya
dikatakan, “Saya menyewakan mobil ini selama satu bulan dengan harga sewa Rp
X.” bila si penyewa ingin memperpanjang masa sewanya, dapat saja harga sewanya
berubah. Bahkan yang menyewakan dapat saja meminta harga sewa dua kali lipat
dari sebelumnya. Sebaliknya, si penyewa dapat saja menawarkan setengah harga
sebelumnnya, semua tergantung kesepakatan antarakedua belah pihak: si penyewa
dan yang menyewakan. Namun dalam periode pertama pertama yang telah disepakati
harga sewanya, itulah kesepakatannya. Mayoritas ulama mengatakan,
“syarat-syarat yang berlaku bagi harga jual berlaku juga bagi harga sewa.”
Bagaimana dengan
praktek para penjahit, misalnya menjelang lebaran, yang menentukan harga jahit
makin tinggi ketika semakin dekat dengan lebaran? Ulama mazhab memberikan
keleluasaan dalam menentukan harga sewa semacam itu. Al-Jizairi mencontohkan,
“Jika anda menjahit bajuku hari ini,
upahnya satu dirham; jika Anda menjahitkan bajuku besok, upahnya setengah
dirham. Jika Anda tinggal di rumah ini sebagai tukang besi, sewanya sepuluh
dirham; jika Anda tinggal di rumah ini ssebagai penjual minyak wangi, sewanya
lima dirham.”[3]
Bagaimana dengan
kebiasaan sebagian orang yang naik becak atau ojek tanpa kesepakatan harga
terlebih dahulu? Pada prinsipnya, upah harus diketahui terlebih dahulu, sesuai
hadis Rasulullah Saw., “siapa yang memperkerjakan seorang pekerja harus
memberitahukan upahnya.” Fatwa ulama menjelaskan bahwa harga sewa yang lazim
yang berlaku bila tidak ditentukan dimuka. “Bila manfaat telah dinikmati, harga
sewa tidak ditentukan, maka sewa untuk manfaat yang sama harus dibayar.”[4]
D. JENIS AKAD IJARAH
Berdasarkan
Objek yang Disewakan
Berdasarkan objek yang disewakan,
ijarah dapat dibagi 2, yaitu:
1.
Manfaat atas asset yang
tidak bergerak seperti rumah atau asset bergerak seperti mobil, motor, pakaian,
dan sebagainya.
2.
Manfaat atas jasa
berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang.
Berdasarkan
Exposesure Draft PSAK 107
Berdasarkan
exposure draft 107, ijarah dapatdibagi menjadi 3, namun yang telah dikenal
secara luas adalah dua jenis ijarah yang disebutkan pertama, yaitu:
1.
Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset atau jasa, dalam waktu tertentu
dengan pembayaran upah atau sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas asset itu sendiri.
2.
Ijarah muntahiya bit
tamlik (IMBT) merupakan ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa
pemindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu (ED PSAK 107).
Penyewa/ pengguna jasa
|
Pemberi sewa/jasa
|
(3)
Keterangan
:
(1)
Penyewa dan pemberi
sewa melakukan kesepakatan ijarah
(2)
Pemberi sewa
menyerahkan objek sewa pada penyewa
(3)
Penyewa melakukan
pembayaran
Perpindahan kepemilikan suatu asset
yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiayah bit tamlik
dapat dilakukan jika seluruh pembiayaan sewa atas objek ijarah yang dialihkan
telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi
sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah
dari akad ijarah sebelumnya.
Perpindahan
kepemilikan dapat dilakukan melalui:
(1)
Hibah;
(2)
Penjualan, dimana harga
harus disepakati kedua belah pihaksebelum akad penjualan, namun pelaksanaan
penjualan dapat dilakukan:
Ø Sebelum
akad berakhir,
Ø Setelah
akad berakhir,
Ø Penjualan
secara bertahap sesuai dengan wa’ad (janji) pemberi sewa. Untuk perpindahan
secara bertahap, harus ditentukan bagian penyewa setiap kali ia melakukan
pembayaran dari harga total sampai ia memiliki ast tersebut secara penuh di
akhir kontrak. System ini mengharuskan pembuatan kontrak untuk setiap bagian
penjualan, sampai bagian terakhir dijual kepada penyewa, asset yang disewakan
menjadi milik bersama penyewa dan pemberi sewa secara proporsional.
(3)
Jualdan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual
dan ijarah:
Jenis
seperti ini terjadi dimana seorang menjual asetnya kepada pihak lain dan
menyewa kembai asset tersebut.
Transaksi
jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpidsah dan tidak saling
bergantung (ta’alluq) sehingga harga
jual harus dilakukan pada nilai wajar dan penjual akan mengakui keuntungan dan
kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam pelaporan laba rugi.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual tidak dapat diakui
saebagai pengurangan atau penambah beban ijarah yang muncul karena ia menjadi
penyewa.
E. DASAR SYARIAH
a.
Sumber
Hukum Akad Ijarah
1.
Al-Quran, sebagaimana
firman allah SWT;
“apakahmereka yang
membagi-bagi rahmat Tuhan-mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
yang lain. Dan rahmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S
43:32)
“dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabilamemberikan
bayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada allah dan ketahiulah bahwa
allah amaha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S 2:233)
“salah satu dari kedua
wanita itu berkata ‘wahai ayahku ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), sesungguhnya orang yang paling baik untuk bekerja (pada kita) adalah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Q.S 28:26)
2.
As-Sunah
Diriwayatkan dari ibnu
abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah
olehmu upahnyakepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah bersabda: “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR.
Ibnu Majah)
“Barang siapa
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya” (HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu
Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri)
Dari Saad bin Abi
Waqqash r.a, bahwa Rasulullah bersabda: “Dahulukan kami menyewa tanah dengan
(jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara
itu dan memerintahkan kami agar membayar dengan uang emas dan perak.” (HR.
Nasa’i)
Dari Abu Hurairah r.a
dari Nabi SAW beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: ada tiga golongan yang
pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang
laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua)
seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan
(ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh
mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upah.” (Hasan:
Irwa-ul Ghalal no.:1489 dan Fathul Bari IV: 417 no.:2227)
“rasulullah melarang
dua bentuk akad sekaligus dalam satu objek.” (HR. Ahmad dari ibnu Mas’ud)
b.
Rukun
dan Ketentuan Syariah Ijarah
Rukun ijarah ada tiga macam, yaitu:
1.
Pelaku yang terdiri
atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jjir dan penyewa/pengguna
jasa/lesee/musta’jir.
2.
Objek akad ijarah
berupa: manfaat asset/ma’jur dan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan
pembayaran upah,
3.
Ijab Kabul/ serah
terima.
Ketentuan syariah:
1.
Pelaku,harus cakap
hokum dan baliqh
2.
Objek akad ijarah
·
Manfaat asset/jasa
adalah sebagai berikut:
a.
Harus bias dinilai dan
dapat dilaksanakan dalam kontrak, misalnya sewa computer, maka computer itu
harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan tidak rusak.
b.
Harus yang bersifat
dibolehkan secara syariah (tidak diharamkan); maka ijarah atas objek sewa yang
melanggar perintah allah tidak sah. Misalnya mengupah seseorang untuk membunuh,
menyewakan rumah untuk tempat main judi atau menjual khamar dan lain sebagainya.
c.
Dapat dialihkan secara
syariah, contoh manfaattidak dapatdialihkan secara syariah sehingga tidak sah
akadnya:
a)
Kewajiban shalat, puasa
tidak dapat dialihkan karena ia mempunyai kewajiban setiap individu
b)
Memperkerjakan
seseorang untuk membaca Al-Quran dan pahalanya (manfaatnya) ditunjuk untuk
orang tertentu, karena pahala/ nilai kebaikan akan kembali pada yang
membacanya, sehingga tidak ada manfaat yang dapat dialihkan.
c)
Barang yang dapat habis
dikonsumsi tidak dapat dijadikan objek ijarah karena mengambil manfaat darinya
sama saja dengan memillikinya/ menguasainya. Misalnya makanan/ minuman/
buah-buahan atau uang (kas), jika mengambil manfaat darinya berarti
menggunakannya.
d.
Harus dikenali secara
spesifikm sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan yang dapat
menimbulkan sengketa, misalnya kondisi fisik mobil yang disewa. Untuk
mengetahui kejelasan manfaat dari suatu asset dapat dilakukan identifikasi
fisik.
e.
Jangka waktu penggunaan
manfaat ditentukan dengan jelas, misalnya 2 tahun.
Sewa
dan upah, yaitu sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa atau penggunaan
jasa kepada pemberi sewa atau pemberi jasa sebagai pembayaran atas manfaat
asset atau jasa yang digunakan.
a.
Harus jelas besarannya
dan diketahui oleh para pihak yang berakad. Misalnya, Berkah Toserba merekrut
karyawannya yang ditugaskan sebagai pramugari (hubungannyaadalah pekerja dan
pemberi kerja) dan gaji yang disepakati sebesar Rp 2juta per bulan. Tidak boleh
menyatakan gajinya tergantung dari penjualan perusahaan karena besarannya
menjadi tidak pasti.
b.
Boleh dibayarkan dalam
bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang serupa dengan objek akad.
c.
Bersifat fleksibel,
dalam arti dapat berbeda untuk ukuran waktu, tyempat dan jarak serta lainnya
yang berbeda. Misalnya, sewa atas mobil yang jenisnya sama misalnya Innova
2006, di Jakarta sewa per hari Rp 500.000 ssedangkan di Yogyakarta Rp 400.000,
atau menyewakan took kalau digunakan untuk menjual pakayan harga sewanya Rp 20
juta pertahun tapi kalau digunakan untuk bengkel Rp 25 juta per tahun atau sewa
took untuk 1 tahun Rp 25 juta tapi kalau 2 tahun Rp 45 juta. Begitu disepakati
maka harga sewa akan mengikat dan tidak boleh berubah selama masa akad.
·
Ketentuan syariah untuk
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
a.
Pihak yang melakukan
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu.
Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat
dilakukan setelah berakhirnyna akad ijarah.
b.
Janji kepemilikan yang
disepakati di awal akad ijarah adalah wa’ad, yang hukumnya tidak mengikat.
Apanila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah berakhirnya akad ijarah.
3.
Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan
ekspresi saling rida/ rela dia antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis melalui koresponden atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
c.
Berakhirnya
Akad Ijarah
1.
Periode akad sudah
selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupundalam
oerjanjian sudah selesai dengan beberapa alas an, misalnya keterlambatan masa
panen jika mennyewa lahan untuk eprtanian, maka dimungkinkan berakhirnya akad
setelah panen selesai
2.
Periode akad belum
selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah.
3.
Terjadi kerusakan
asset.
4.
Penyewa tidak dapat
membayar sewa
5.
Salah satu pihak
meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena
memberatkannya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap
berlangsung. Kecuali akadnya adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang
menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.
d. Fatwa DSN MUI tentang ijarah dan IMBT
untuk
lebih menjelaskan tentang ijarah maka akan ditampilkan lebih jelas ketentuan
ijarah dalam Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang IJARAH
Beberapa ketentuan yang diatur
dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah
- Pernyataan Ijab dan Qobul
- Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS) dan penyewa (lesse, pihak yang mengambil manfaat atas aset, pengguna aset, nasabah)
- Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset
- Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, merupakan rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa
- Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah
- Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa
- Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
- Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan
- Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
- Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa
- Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya
- Sewa adlah sesuatu (harga) yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat
- Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak
- Kelenturan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah
dalam Pembiayaan Ijarah
Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa
- Menyediakan aset yang disewakan
- Menanggung biaya pemeliharaan aset
- Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
Kewajiban nasabah sebagai penyewa
- Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak
- Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak material)
- Jika aset yang disewa rusak, bukan dari penggunaan yang dibolehkan juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut
Keempat:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002
tentang IMBT
Beberapa ketentuan yang diatur
dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama : Akad IMBT boleh dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
- Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam akad IMBT
- Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani
- Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Kedua : Ketentuan tentang IMBT
- Pihak yeng melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d, yang hukumnya tidak mengikat.
Ketiga :
- Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan disempurnakan sebagaimana mestinya
- Standar Akuntansi Transaki Ijarah
Fatwa Nomor:
71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
Pertama
: Ketentuan Umum
Sale
and Lease Back adalah jual beli suatu aset yang
kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.
Kedua
: Ketentuan Hukum
Sale
and Lease Back hukumnya boleh.
Ketiga
: Ketentuan Khusus
1.
Akad yang digunakan
adalah Bai' dan Ijarah yang dilaksana-kan secara terpisah.
2.
Dalam akad Bai',
pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali kepadanya aset yang
dibelinya sesuai dengan kesepakatan.
3.
Akad Ijarah baru
dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset yang akan dijadikan sebagai
obyek Ijarah.
4.
Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki
manfaat dan nilai ekonomis.
5.
Rukun dan syarat Ijarah
dalam fatwa Sale and Lease Back ini harus memperhatikan substansi
ketentuan terkait dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Ijarah.
A. PERBEDAAN IJARAH DENGAN
LEASING
Karena
ijarah adalah pemindahan kah guna
tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah derngan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama
mengacu pada hal sewa-menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak
sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada dasarnya
walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dengan leasing, tapi ada beberapa
karakteristik yang membedakannya.
Berikut ini persamaan
dan perbadaan antara ijarah dengan leasing
No.
|
Keterangan
|
Ijarah
|
Leasing
|
1
|
Objek
|
Manfaat
barang dan jasa
|
Manfaat
barang saja
|
2
|
Metode
Pembayaran
|
Tergantung
atau tidak tergantung pada kondisi barang/jasa yang disewa
|
Tidak
tergantung pada kondisi barang yang disewa.
|
3
|
Perpindahan
Kepemilikan
|
a.
Ijarah
Tidak ada
perpindahan kepemilikan.
b.
IMBT
Janji untuk
menjual/ menghibahkan di awal akad
|
a.
Sewa Guna Operasi:
Tidak ada
transfer kepemilikan
b.
Sewa Guna dengan
Opsi: Memiliki opsi membeliatau tidak membeli di akhir masa sewa
|
4
|
Lease Purchase
|
Tidak
dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli
|
Dibolehkan
|
5
|
Sale and Lease Back
|
dibolehkan
|
dibolehkan
|
1.
Objek
Dalam ijarah objek yang
disewakan bias berupa barang maupun jasa/ tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan
untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila
diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/ jasa disebut upah mengupah.
Jadi yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang maupun manfaat tenaga
kerja.
Di lain pihak, bila
dilkihatdari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku pada sewa menyewa
barang saja. Jadi yang disewakan leasing terbatas pada manfaat barang saja.
Bila kita ingin mendapatkan manfaat tenaga kerja, kita tidak dapat menggunakan
leasing. dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai
cakupan yang lebih luas daripada leasing.
Objek
|
Leasing
|
Manfaat
barang
|
a. Manfaat barang
b. Manfaat tenaga kerja
|
Ijarah
|
2.
Metode Pembayaran
Dalam ijarah, metode
pembayaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya
tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent
to performance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja
objek yang disewa (not contingent to
performance). Contoh akad ijarahyang pembayarannya tidak tergantung pada
kinerja objek yang disewakan adalah gaji atau sewa. Sedangkan contoh akad
ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju’alah atau success fee ( misalnya bagi siapa yang menemukan handphone yang hilang akan diberi uang
sebesar Rp 500.000).
Contoh lain misalnya
adalah dalam upah mengupah buruh bangunan, dikenal dua macam sistem: sistem
upah ahrian dan sistem borongan. Upah harian ini adalah contoh ijarah sedangkan
upah borongan adalah contoh ju’alah.
Leasing hanya memiliki
satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance.
Artinya, pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang
disewa. Misalnya Ani menyewa mobil untuk pergi ke Bandung. Penentuan harga sewa
tergantung pada lamanya waktu sewa, bukan pada apakah mobil itu dapat
mengantarkan Ani ke bandung atau tidak.
3.
Perpindahan Kepemilikan
(Transfer of Lite)
Pada dasarnya akad
ijarah sama seperti operating lease,
yakni yang dipindahkan adalah manfaat dari yang disewakan. Untuk jenis akad
muntahiyah bit tamlik (IMBT), kepemilikan aset tetap pada pemberi sewa dan si
penyewa mengambil manfaat atau menggunakan aset tersebut. Namun pemberi sewa di
awal akad berjanji (wa’ad) kepada
pihak penyewa, bahkan ia akan melepaskan kepemilikan atas aset yang disewakan
kepada penyewa. Pengalihan hak milik atas aset yang bersangkutan dapat
dilakukan dengan menjual atau dengan menghibahkannya. Atas pemindahan
kepemilikan tersebut akan dibuatkan akad secara terpisah. Dengan demikian, ada
dua jenis IMBT, yakni:
a.
IMBT dengan janji
menghibahkan barang di akhir periode sewa. (IMBTwith promise to hibah)
b.
IMBT dengan janji
menjual barang pada akhir periode sewa. (IMBT with a promise to sell)
Sementara dalam
leasingkita kenal ada dua jenis:operating
lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi
pemindahan kepemilikan aset, baik di awal maupun di akhir periode sewa.
Dalam financial lease, di akhir periode sewa
si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang
disewa tersebut. Jadi transfer of title
masih berupa pilihan, dan dilakuakan di akhir periode.
Namun pada praktiknya (khususnya
di Indonesia), dalam financial lease
sudah tidak ada opsi lagi untuk membeli atau tidak membeli, karena pilihan
untuk membeli atau tidak membeli itu sudah “dikunci” di awal periode.
4.
Lease-Purchase
Variasi lain dari
leasing adalah lease-purchase (sewa-beli), yakni kontrak sewa sekaligus beli.
Dalam kontrak jual beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periode
sewa secara bertahap. Bila kontrak sewa beli ini dibatalkan, hak milik barang
terbagi antara milik penyewa dengan milik tang menyewakan.
Dalam syariah, akad
lease and purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus, atau dalam bahasa Arabnya:
shafqatain fi al-shafqah) ini menyebabkan gharar dalam akad, takni tidak adanya
kejelasan akad: apakah yang berlaku akad sewa atau akad beli.[1]
5.
Sale
and Lease-Back
Biasa
disebut al bai’ tsumma ‘iadatul ijarah
atau jual beli dan ijarah. Adalah suatu bentuk lease dimana penjual menjual
barang kepada pembeli kemudian pembeli menyewakan kembali kepada penjual. Alasan
dilakukannya transaksi tersebut bias saja si pemilik aset membutuhkan uang
sementara ia masih memerlukan manfaat dari aset tersebut. Aset jenis ini
dibolehkan secara syariah asalkan akad jual beli dan akad ijarah harus terpisah
dan tidak boleh dipersyaratkan
B
|
A
|
Sewa
X
Misalnya, A menjual
barang X sseharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B
harus kembali menjual barang X terssebut kepada A secara tunai seharga Rp 100
juta. Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual
barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. dalam kasus
diatas, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan.
Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya rukun. Dalam istilah fikih, jual
beli seperti ini dinamakan bai al-‘inah. Pada bai’ al-‘inah terjadi ta’alluq,
karena itu transaksi ini haram.
a.
Objeknya sama
b. Pelakunya sama
c.
Jangka waktunya sama
Dalam
lease-purchase, ketiga faktor di atas terpenuhi, sehingga diharamkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar