Pengikut

Sabtu, 20 September 2014

akuntansi syariah akad ijarah




A.   PENGERTIAN AKAD IJARAH

Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, al Ijarah berasal dari al Ajru yang berarti al’Iwadhu (ganti/kompensasi). Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembiayaan upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Jadi ijarah dimaksud untuk mengambil manfaat atas suatu barang atau jasa (memperkerjakan seseorang) dengan jalan pengganti (membayar sewa atau upah sejumlah tertentu).
Dari pengertian diatas, ijarah sejenis dengan akad jual beli namun yang dipindahkan bukan hak kepemilikannya tapi hak guna atau manfaat, manfaat dari suatu asset atau dari jasa/pekerjaan.
Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.[1] Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.[2] Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemmilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewa kepada penyewa.



B.   HAK DAN KEWAJIBAN KEDUA BELAH PIHAK

Asset yang disewakan (objek ijarah) dapat berupa rumah, mobil, peralatan, dan lain sebagainya. Karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu asset, sehingga segala sesuatu yang dapat ditransfer manfaatnya dapatmenjadi objek ijarah. Dengan demikian, barang yang dapathabis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti memilikinya. Bentuk lain dari objek ijarah adalah manfaat dari suatu jasa yang berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang. Contoh: Nona Saras menggunakan jasa penjahit Isma,atau Isma memperkerjakan Elin. Hubungan pekerja dan pemberi kerja (upah-mengupah) termaksud dalam akad ijarah, dan pengguna jasa harus membayar upah.
Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan asset yang dapat digunakan atau yang dapat diambil manfaat darinya selama periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa(ujrah). Misalnya menyewakan LCD, maka LCD tersebut harus dapat digunakan, bukan LCD yang rusak yang tidak dapat diambil manfaat darinya.
Apabila terjadi kerusakan yang mengakibatkan penurunan nilai kegunaan dari asset yang disewakan dan bukan disebabkan kelalaian penyewa, pemberi sewa berkewajiban menanggung biaya pemeliharaannya selama periode akad atau menggantinya dengan asset sejenis. Pada hakikatnya pemberi sewa berkewajiban untuk menyiapkan asset yang disewakan dalam kondisi yang dapat diambil manfaat darinya.
Penyewa merupakan pihak yang yang menggunakan/mengambil manfaat atas asset sehingga penyewa berkewajiban membayar sewa dan menggunakan asset sesuai dengan kesepakatan (jika ada), tidak bertentangan dengan dengan syariah atau menjaga keutuhan tersebut. Apabila kerusakan asset terjadi karena kelalaian penyewa maka ia berkewajiban menggantinya atau memperbaikinya. Sselama masa perbaikan, masa sewa tidak bertambah. Pemberi sewa dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerusakan (ED PSAK 107).
Dalam kontrak, tidak boleh dipersyaratkan biaya pemeliharaan akan ditanggung penyewa karena hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar). Hanya biaya pemeliharaan rutin dan tidak material yang dapat ditanggung penyewa, seperti ganti busi yang disewa.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, penyewa dan pengguna jasa atau pemberi kerja berkewajiban membayarkan sejumlah tertentu berupa sewa atau upah sesuai dengan akad. Begitu harga itu disepakati maka sepanjang masa akad tidak boleh berubah, Misalnya: A menyewakan rumahnya pada B dengan harga sewa Rp 20 juta untuk waktu 2 tahun. Dalam akad ijarah, rumah tetap milik A, B mempunyai hak untuk menggunakan rumah tersebut selama 2 tahun, dan Bberkewajiban membayar Rp 20 juta. Namun apabila kontrak diperpanjang, maka atas kontrak yang baru ini boleh saja harga berubah bias sama, lebih tinggi atau lebih rendah.
Pengalihan kontrak atau aseet yang sewa kemudian disewakan kembali pada pihak lain boleh dilakukan baik dengan harga sama, lebih tinggi atau lebih rendah asalkan pemberi sewa mengizinkannya. Namun bila disewakan kembali pada pemberi sewa, maka syaratnya adalah kedua akad (yaitu dari pemberi sewa ke penyewa pertama atau dari penyewa pertama ke penyewa berikutnya yang tidak lain pemberi sewa sendiri) harus tunai. Hal itu untuk menghindari transaksi sejenis bai al Innah yang di larang secara syariah.
Pemayaran sewa dapat dibayar dimuka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa. Apabila yang disepakati adalah pembayaran tangguh dan terjadi penundaan pembayaran akibat penyewa lalai (bukan karena tidak mampu secara financial), maka dapat dikenakan denda, yang akan digunakan sebagai dana kebajikan.
Apabila atas ijarah dibayarkan uang muka, dan penyewa membatalkan akad, maka uang muka tersebut menjadi hak pemberi sewa. Lebih disarankan agar hak pemberi sewa adalah sebesar opportunity cost yang ditimbulkannya, yaitu uang yang bias sisapatkannya dengan menyewakan pada pihak lain dapat sehingga selisih antara uang muka dan opportunity cost nya dikembalikan kepada penyewa..
Akad ijarah memiliki resiko berupa gagal bayar dari penyewa, asset ijarah rusak, atau penyewa menghentikan akad sehingga pemberi sewa harus mencari penyewa baru.
Akad ijarah hendaknya membuat atuaran tentang jangka waktu akad, misalnya sewa atau upah, cara pembayaran sewa atau upah (dimuka, angsuran atau di akhir), peruntukan asset yang disewakan dan hal lainnya yang dianggap penting. Begitu kontrak disetujui maka ia bersifat mengikat kedua belah pihak dan apabila ada perubahan paada isi kontrak harus disepakati keduanya. Setelah akad di tandatangani, pemberi sewa tidak dapat menyewakan asset yang telah disewakannya pada pihak lain untuk periode akad yang sama.
Perjanjian mulai berlaku efektif ketika penyewa dapat menggunakan asset yang disewanya bukan saat penandatanganan kontrak, sebaliknya pda saat itu pemberi sewa berhak menerima pembayaran sewa atau upah.



C.   KESEPAKATAN MENGENAI HARGA SEWA

Misalnya dikatakan, “Saya menyewakan mobil ini selama satu bulan dengan harga sewa Rp X.” bila si penyewa ingin memperpanjang masa sewanya, dapat saja harga sewanya berubah. Bahkan yang menyewakan dapat saja meminta harga sewa dua kali lipat dari sebelumnya. Sebaliknya, si penyewa dapat saja menawarkan setengah harga sebelumnnya, semua tergantung kesepakatan antarakedua belah pihak: si penyewa dan yang menyewakan. Namun dalam periode pertama pertama yang telah disepakati harga sewanya, itulah kesepakatannya. Mayoritas ulama mengatakan, “syarat-syarat yang berlaku bagi harga jual berlaku juga bagi harga sewa.”
Bagaimana dengan praktek para penjahit, misalnya menjelang lebaran, yang menentukan harga jahit makin tinggi ketika semakin dekat dengan lebaran? Ulama mazhab memberikan keleluasaan dalam menentukan harga sewa semacam itu. Al-Jizairi mencontohkan, “Jika anda menjahit  bajuku hari ini, upahnya satu dirham; jika Anda menjahitkan bajuku besok, upahnya setengah dirham. Jika Anda tinggal di rumah ini sebagai tukang besi, sewanya sepuluh dirham; jika Anda tinggal di rumah ini ssebagai penjual minyak wangi, sewanya lima dirham.”[3]
Bagaimana dengan kebiasaan sebagian orang yang naik becak atau ojek tanpa kesepakatan harga terlebih dahulu? Pada prinsipnya, upah harus diketahui terlebih dahulu, sesuai hadis Rasulullah Saw., “siapa yang memperkerjakan seorang pekerja harus memberitahukan upahnya.” Fatwa ulama menjelaskan bahwa harga sewa yang lazim yang berlaku bila tidak ditentukan dimuka. “Bila manfaat telah dinikmati, harga sewa tidak ditentukan, maka sewa untuk manfaat yang sama harus dibayar.”[4]



D.   JENIS AKAD IJARAH

Berdasarkan Objek yang Disewakan
Berdasarkan objek yang disewakan, ijarah dapat dibagi 2, yaitu:
1.      Manfaat atas asset yang tidak bergerak seperti rumah atau asset bergerak seperti mobil, motor, pakaian, dan sebagainya.
2.      Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang.

Berdasarkan Exposesure Draft PSAK 107
Berdasarkan exposure draft 107, ijarah dapatdibagi menjadi 3, namun yang telah dikenal secara luas adalah dua jenis ijarah yang disebutkan pertama, yaitu:
1.      Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah atau sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas asset itu sendiri.
2.      Ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT) merupakan ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa pemindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu (ED PSAK 107).


Penyewa/ pengguna jasa
                                                       (1)
Pemberi sewa/jasa
                                                             (2)
                                                                   (3)

            Keterangan :
(1)   Penyewa dan pemberi sewa melakukan kesepakatan ijarah
(2)   Pemberi sewa menyerahkan objek sewa pada penyewa
(3)   Penyewa melakukan pembayaran

Perpindahan kepemilikan suatu asset yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiayah bit tamlik dapat dilakukan jika seluruh pembiayaan sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah dari akad ijarah sebelumnya.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui:
(1)   Hibah;
(2)   Penjualan, dimana harga harus disepakati kedua belah pihaksebelum akad penjualan, namun pelaksanaan penjualan dapat dilakukan:
Ø  Sebelum akad berakhir,
Ø  Setelah akad berakhir,
Ø  Penjualan secara bertahap sesuai dengan wa’ad (janji) pemberi sewa. Untuk perpindahan secara bertahap, harus ditentukan bagian penyewa setiap kali ia melakukan pembayaran dari harga total sampai ia memiliki ast tersebut secara penuh di akhir kontrak. System ini mengharuskan pembuatan kontrak untuk setiap bagian penjualan, sampai bagian terakhir dijual kepada penyewa, asset yang disewakan menjadi milik bersama penyewa dan pemberi sewa secara proporsional.
(3)   Jualdan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual dan ijarah:
Jenis seperti ini terjadi dimana seorang menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembai asset tersebut.
Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpidsah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar dan penjual akan mengakui keuntungan dan kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam pelaporan laba rugi. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual tidak dapat diakui saebagai pengurangan atau penambah beban ijarah yang muncul karena ia menjadi penyewa.


E.   DASAR SYARIAH

a.      Sumber Hukum Akad Ijarah
1.      Al-Quran, sebagaimana firman allah SWT;


“apakahmereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S 43:32)


“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabilamemberikan bayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada allah dan ketahiulah bahwa allah amaha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S 2:233)

“salah satu dari kedua wanita itu berkata ‘wahai ayahku ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Q.S 28:26)

2.      As-Sunah
Diriwayatkan dari ibnu abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnyakepada tukang bekam itu.” (HR. Bukhari Muslim)

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda: “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya” (HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri)

Dari Saad bin Abi Waqqash r.a, bahwa Rasulullah bersabda: “Dahulukan kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayar dengan uang emas dan perak.” (HR. Nasa’i)

Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: ada tiga golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua) seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upah.” (Hasan: Irwa-ul Ghalal no.:1489 dan Fathul Bari IV: 417 no.:2227)

“rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu objek.” (HR. Ahmad dari ibnu Mas’ud)


b.      Rukun dan Ketentuan Syariah Ijarah
Rukun ijarah ada tiga macam, yaitu:
1.      Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jjir dan penyewa/pengguna jasa/lesee/musta’jir.
2.      Objek akad ijarah berupa: manfaat asset/ma’jur dan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah,
3.      Ijab Kabul/ serah terima.
Ketentuan syariah:
1.      Pelaku,harus cakap hokum dan baliqh
2.      Objek akad ijarah
·         Manfaat asset/jasa adalah sebagai berikut:
a.       Harus bias dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak, misalnya sewa computer, maka computer itu harus dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan tidak rusak.
b.      Harus yang bersifat dibolehkan secara syariah (tidak diharamkan); maka ijarah atas objek sewa yang melanggar perintah allah tidak sah. Misalnya mengupah seseorang untuk membunuh, menyewakan rumah untuk tempat main judi atau menjual khamar dan lain sebagainya.
c.       Dapat dialihkan secara syariah, contoh manfaattidak dapatdialihkan secara syariah sehingga tidak sah akadnya:
a)      Kewajiban shalat, puasa tidak dapat dialihkan karena ia mempunyai kewajiban setiap individu
b)      Memperkerjakan seseorang untuk membaca Al-Quran dan pahalanya (manfaatnya) ditunjuk untuk orang tertentu, karena pahala/ nilai kebaikan akan kembali pada yang membacanya, sehingga tidak ada manfaat yang dapat dialihkan.
c)      Barang yang dapat habis dikonsumsi tidak dapat dijadikan objek ijarah karena mengambil manfaat darinya sama saja dengan memillikinya/ menguasainya. Misalnya makanan/ minuman/ buah-buahan atau uang (kas), jika mengambil manfaat darinya berarti menggunakannya.
d.      Harus dikenali secara spesifikm sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan yang dapat menimbulkan sengketa, misalnya kondisi fisik mobil yang disewa. Untuk mengetahui kejelasan manfaat dari suatu asset dapat dilakukan identifikasi fisik.
e.       Jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas, misalnya 2 tahun.
Sewa dan upah, yaitu sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa atau penggunaan jasa kepada pemberi sewa atau pemberi jasa sebagai pembayaran atas manfaat asset atau jasa yang digunakan.
a.       Harus jelas besarannya dan diketahui oleh para pihak yang berakad. Misalnya, Berkah Toserba merekrut karyawannya yang ditugaskan sebagai pramugari (hubungannyaadalah pekerja dan pemberi kerja) dan gaji yang disepakati sebesar Rp 2juta per bulan. Tidak boleh menyatakan gajinya tergantung dari penjualan perusahaan karena besarannya menjadi tidak pasti.
b.      Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang serupa dengan objek akad.
c.       Bersifat fleksibel, dalam arti dapat berbeda untuk ukuran waktu, tyempat dan jarak serta lainnya yang berbeda. Misalnya, sewa atas mobil yang jenisnya sama misalnya Innova 2006, di Jakarta sewa per hari Rp 500.000 ssedangkan di Yogyakarta Rp 400.000, atau menyewakan took kalau digunakan untuk menjual pakayan harga sewanya Rp 20 juta pertahun tapi kalau digunakan untuk bengkel Rp 25 juta per tahun atau sewa took untuk 1 tahun Rp 25 juta tapi kalau 2 tahun Rp 45 juta. Begitu disepakati maka harga sewa akan mengikat dan tidak boleh berubah selama masa akad.
·         Ketentuan syariah untuk Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
a.       Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah berakhirnyna akad ijarah.
b.      Janji kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’ad, yang hukumnya tidak mengikat. Apanila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah berakhirnya akad ijarah.
3.      Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/ rela dia antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui koresponden atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

c.       Berakhirnya Akad Ijarah
1.      Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupundalam oerjanjian sudah selesai dengan beberapa alas an, misalnya keterlambatan masa panen jika mennyewa lahan untuk eprtanian, maka dimungkinkan berakhirnya akad setelah panen selesai
2.      Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah.
3.      Terjadi kerusakan asset.
4.      Penyewa tidak dapat membayar sewa
5.      Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena memberatkannya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap berlangsung. Kecuali akadnya adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.

d.  Fatwa DSN MUI tentang ijarah dan IMBT
untuk lebih menjelaskan tentang ijarah maka akan ditampilkan lebih jelas ketentuan ijarah dalam Fatwa DSN MUI

Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH
Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah
  1. Pernyataan Ijab dan Qobul
  2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS) dan penyewa (lesse, pihak yang mengambil manfaat atas aset, pengguna aset, nasabah)
  3. Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset
  4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, merupakan rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa
  5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah
  1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa
  2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
  3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan
  4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
  5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa
  6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya
  7. Sewa adlah sesuatu (harga) yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat
  8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak
  9. Kelenturan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa
  1. Menyediakan aset yang disewakan
  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset
  3. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
Kewajiban nasabah sebagai penyewa
  1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak
  2. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak material)
  3. Jika aset yang disewa rusak, bukan dari penggunaan yang dibolehkan juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut

Keempat: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT
Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama : Akad IMBT boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam akad IMBT
  2. Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani
  3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Kedua : Ketentuan tentang IMBT
  1. Pihak yeng melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu
  2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d, yang hukumnya tidak mengikat.
Ketiga :
  1. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan disempurnakan sebagaimana mestinya
  3. Standar Akuntansi Transaki Ijarah
Fatwa Nomor: 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back

Pertama : Ketentuan Umum
Sale and Lease Back adalah jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.

Kedua : Ketentuan Hukum
Sale and Lease Back hukumnya boleh.

Ketiga : Ketentuan Khusus

1.      Akad yang digunakan adalah Bai' dan Ijarah yang dilaksana-kan secara terpisah.
2.      Dalam akad Bai', pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.
3.      Akad Ijarah baru dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset yang akan dijadikan sebagai obyek Ijarah.
4.       Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis.
5.      Rukun dan syarat Ijarah dalam fatwa Sale and Lease Back ini harus memperhatikan substansi ketentuan terkait dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

A.    PERBEDAAN IJARAH DENGAN LEASING
Karena ijarah adalah pemindahan kah guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah derngan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal sewa-menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada dasarnya walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dengan leasing, tapi ada beberapa karakteristik yang membedakannya.
Berikut ini persamaan dan perbadaan antara ijarah dengan leasing


No.
Keterangan
Ijarah
Leasing
1
Objek
Manfaat barang dan jasa
Manfaat barang saja
2
Metode Pembayaran
Tergantung atau tidak tergantung pada kondisi barang/jasa yang disewa
Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa.
3
Perpindahan Kepemilikan
a.       Ijarah
Tidak ada perpindahan kepemilikan.
b.      IMBT
Janji untuk menjual/ menghibahkan di awal akad
a.       Sewa Guna Operasi:
Tidak ada transfer kepemilikan
b.      Sewa Guna dengan Opsi: Memiliki opsi membeliatau tidak membeli di akhir masa sewa
4
Lease Purchase
Tidak dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli
Dibolehkan
5
Sale and Lease Back
dibolehkan
dibolehkan

1.      Objek
Dalam ijarah objek yang disewakan bias berupa barang maupun jasa/ tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/ jasa disebut upah mengupah. Jadi yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang maupun manfaat tenaga kerja.
Di lain pihak, bila dilkihatdari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku pada sewa menyewa barang saja. Jadi yang disewakan leasing terbatas pada manfaat barang saja. Bila kita ingin mendapatkan manfaat tenaga kerja, kita tidak dapat menggunakan leasing. dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing.
Objek
Leasing
Manfaat barang
a.      Manfaat barang
b.      Manfaat tenaga kerja
Ijarah
2.      Metode Pembayaran
Dalam ijarah, metode pembayaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to performance). Contoh akad ijarahyang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewakan adalah gaji atau sewa. Sedangkan contoh akad ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju’alah atau success fee ( misalnya bagi siapa yang menemukan handphone yang hilang akan diberi uang sebesar Rp 500.000).
Contoh lain misalnya adalah dalam upah mengupah buruh bangunan, dikenal dua macam sistem: sistem upah ahrian dan sistem borongan. Upah harian ini adalah contoh ijarah sedangkan upah borongan adalah contoh ju’alah.
Leasing hanya memiliki satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance. Artinya, pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Misalnya Ani menyewa mobil untuk pergi ke Bandung. Penentuan harga sewa tergantung pada lamanya waktu sewa, bukan pada apakah mobil itu dapat mengantarkan Ani ke bandung atau tidak.

3.      Perpindahan Kepemilikan (Transfer of Lite)
Pada dasarnya akad ijarah sama seperti operating lease, yakni yang dipindahkan adalah manfaat dari yang disewakan. Untuk jenis akad muntahiyah bit tamlik (IMBT), kepemilikan aset tetap pada pemberi sewa dan si penyewa mengambil manfaat atau menggunakan aset tersebut. Namun pemberi sewa di awal akad berjanji (wa’ad) kepada pihak penyewa, bahkan ia akan melepaskan kepemilikan atas aset yang disewakan kepada penyewa. Pengalihan hak milik atas aset yang bersangkutan dapat dilakukan dengan menjual atau dengan menghibahkannya. Atas pemindahan kepemilikan tersebut akan dibuatkan akad secara terpisah. Dengan demikian, ada dua jenis IMBT, yakni:
a.      IMBT dengan janji menghibahkan barang di akhir periode sewa. (IMBTwith promise to hibah)
b.      IMBT dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa. (IMBT with a promise to sell)
Sementara dalam leasingkita kenal ada dua jenis:operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik di awal maupun di akhir periode sewa.
Dalam financial lease, di akhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Jadi transfer of title masih berupa pilihan, dan dilakuakan di akhir periode.
Namun pada praktiknya (khususnya di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk membeli atau tidak membeli, karena pilihan untuk membeli atau tidak membeli itu sudah “dikunci” di awal periode.

4.      Lease-Purchase
Variasi lain dari leasing adalah lease-purchase (sewa-beli), yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam kontrak jual beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periode sewa secara bertahap. Bila kontrak sewa beli ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik penyewa dengan milik tang menyewakan.
Dalam syariah, akad lease and purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus, atau dalam bahasa Arabnya: shafqatain fi al-shafqah) ini menyebabkan gharar dalam akad, takni tidak adanya kejelasan akad: apakah yang berlaku akad sewa atau akad beli.[1]

5.      Sale and Lease-Back

Biasa disebut al bai’ tsumma ‘iadatul ijarah atau jual beli dan ijarah. Adalah suatu bentuk lease dimana penjual menjual barang kepada pembeli kemudian pembeli menyewakan kembali kepada penjual. Alasan dilakukannya transaksi tersebut bias saja si pemilik aset membutuhkan uang sementara ia masih memerlukan manfaat dari aset tersebut. Aset jenis ini dibolehkan secara syariah asalkan akad jual beli dan akad ijarah harus terpisah dan tidak boleh dipersyaratkan
B
                                                Jual X
A
 
                                           Sewa X
 



Misalnya, A menjual barang X sseharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X terssebut kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta. Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. dalam kasus diatas, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya rukun. Dalam istilah fikih, jual beli seperti ini dinamakan bai al-‘inah. Pada bai’ al-‘inah terjadi ta’alluq, karena itu transaksi ini haram.



[1]Two  in one terjadi bila semua dari ketiga faktor dibawah ini terpenuhi:
a.        Objeknya sama
b.       Pelakunya sama
c.        Jangka waktunya sama
Dalam lease-purchase, ketiga faktor di atas terpenuhi, sehingga diharamkan





[1] (Saraksi, al-Mabshut, 15:74; al-Umm, 3:250).
[2] Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
[3] Ad-Dardir, Syarh ash-Shaghir, 4:59; Ramli, Nihayatul Muhtaj, 5:322, Ibn Qudamah, al-Mughni, 5;327.
[4] Al-Fatawa al-Hindiyah, 4;42; al-Musali, al-Ikhtiar, 2:507

Tidak ada komentar:

Posting Komentar