1.1
Latar belakang
Saat ini dunia bisnis telah
memasuki era globalisasi yang mendorong persaingan menjadi semakin ketat.
Setiap perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan produksi dan berinovasi
secara lebih efektif dan efisien bila ingin memiliki keunggulan kompetitif
dibandingkan dengan perusahaan lain. Perkembangan ekonomi yang tidak stabil dan
krisis yang terus menerus terjadi baik di dalam maupun di luar negeri turut
memberi dampak terhadap eksistensi perusahaan di indonesia. Perusahaan menjadi kesulitan
untuk dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya dalam upaya mencapai tujuannya,
yaitu memaksimumkan nilai perusahaan.
Manajemem
keuangan (financial management) dalam hal ini berkaitan dengan perolehan,
pendanaan dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan umum. Dalam sebuah
perusahaan menajer keuangan memiliki tanggungjawab dalam melakukan pengelolaan
dan pengambilan keputusan struktur modal yang berkaitan dengan urusan
pembiayaan atau pendanaan untuk segala aktifitas operasional maupun investasi.
Salah satukeputusan penting yang dihadapi manajemen keuangan mengenai komposisi
penggunaaan modal sendiri, modal saham, mauoun hutang jangka pendek dan atau
jangka panjang oleh perusahaan. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi struktur modal dapat membantu manajer dalam membuat keputusan
dengan lebih tepat karena didukung banyak masukan informasi.
1.2
Rumusan masalah
Peran
manajer dalam urusan pengambilan keputusan mengenai komposisi struktur modal
terutama dalam penggunaan hutang perusahaan merupakan hal yang sangat penting
bagi kelangsungan seluruh aktivitas yang di jalankan perusahaan. Meskipun telah
banyak dilakukan penelitian yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi leverage, akan tetapi dengan didukung
oleh latar belakang teori yang berbeda-beda maka hasil dari
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda pula. Selain itu
perbedaan beberapa variabel yang digunakan untuk memprediksikan pengaruhnya
terhadap leverage pun dapat
mempengaruhi hasil penelitian.
Operating Leverage
Didalam menajemen keuangan perusahaan
pada umumnya dikenal dua macam leverage, yaitu operating leverage dan financial
leverage. Operating leverage dapat digambarkan secara mudah dengan menggunakan
laporan rugi laba. Everage ini membandingkan pengaruh pendapatan (penjualan)
terhadap perubahan keuntungan operasional (operating income). Jika kita ingin
menerapkan proses produksi baru dengan mesin-mesin baru yang mahal dan canggih.
Sebagai konsekuensi perusahaan akan mengeluarkan uang yang banyak demi mesin
tersebut dan akan berdampak pada menurunnya keuntungan operasional akan tetapi
penggunaan mesin baru akan menghemat beberapa variabel. Contoh dengan mesin
baru yang bekerja lebih cepat tenaga manusia bisa dikurangi. Perusahaan akan
lebih menghemat daripada mempertahankan mesin lama. Tentu saja kedua cara
tersebut harus memperhitungkan derajat dari pengungkit operasional atau degree
of operating leverage (DOL).
Istilah leverage biasanya
dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva
atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk
memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan.
Operating leverage dapat digambarkan secara mudah
dengan menggunakan laporan rugi laba. Tabel 4.1. menyajikan format laporan
rugi-laba yang dipergunakan dalam menjelaskan pendekatan operating leverage.
Tabel 4.1.
Format
umum laporan rugi-laba
sales
revenue
operating leverage
Less: cost of goods sold
Gross
profit
Lesss: operating
expenses
Earning before interest
and taxes (EBIT)
Operating reverage berkenaan
dengan “hubungan antara hasil penjualan dengan tingkat pendapatan sebelum
pembayaran bunga dan pajak”. (the firm’s sales revenue to its earning before
interest and taxes), sedangkan financial leverage berkenaan dengan “hubungan
antara pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak” (EBIT) dengan pendapatan
yang tersedia bagi para pemegang saham biasa (earning before interest &
taxes and the earning available for common stockholders) atau sampai dengan
pendapatan per lembar saham (earning per share, EPS).
Analisa
Breakeven Point
Sebelum membicarakan
operating leverage maka adalah sangat penting untuk memahami konsep-konsep
dalam analisa breakeven point karena konsep ini akan merupakan kerangka dasar
dalam menjelaskan aspek-aspek pokok dalam analisa operating leverage.
Analisa breakeven point yang
seringkali juga disebut dengan istilah “cost-volume-profit analysis” adalah
sangat penting bagi perusahaan karena hal itu akan:
1. memungkinkan perusahaan untuk
menentukan tingkat operasi yang harus dilakukan agar semua operating cost dapat
tertutup.
2. untuk mengevaluasi
tingkat-tingkat penjualan tertentu dalam hubungannya dengan tingkat keuntungan.
Untuk dapat mengadakan analisa
breakeven ini, maka perlu terlebih dahulu diadakan pembagian biaya sesuai
dengan sifat-sifatnya. Cost of goods sold dan operating expenses terdiri dari
unsur-unsur biaya yang sifatnya tetap dan variable (fixed and variable cost).
Dalam hal-hal tertentu, ada biaya-biaya yang sifatnya merupakan kombinasi dari
biaya tetap dan biaya variable, yaitu biaya “ semi variable cost”.
Gambaran biaya menurut sifatnya
Semi
variable cost
Variable
cost
cost
(Rp) fixed cost
sales
(units)
Biaya tetap
Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa biaya tetap berhubungan dengan waktu (function of time) dan
tidak berhubungan dengan tingkat penjualan. Pembayarannya didasarkan pada
periode akuntansi tertentu dan besarnya adalah sama, misalnya, sewa gedung,
penghapusan aktiva tetap, dan lain-lainnya. Sampai dengan range (jumlah) output
tertentu biaya ini secara total tidak berubah.
Biaya
variable
Biaya ini berhubungan
langsung dengan tingkat produksi atau penjualan karena besarnya ditentukan oleh
berapa besar volume produksi atau penjualan yang dilakukan, misalnya biaya
bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung dan lain-lain.
Biaya
semivariable
Biaya semivariable atau
semivariable cost yang kadang-kadang juga disebut dengan “semifixed cost”
mempunyai ciri-ciri gabungan antara biaya tetap dan biaya variable. Contoh dari
semivariable cost misalnya saja komisi bagi para salesmen yang jumlahnya tetap
sampai pada volume penjualan tertentu dan bertambah besar pada volume penjualan
yang lebih tinggi.
Oleh karena di dalam perhitungan
breakeven point hanya kedua bentuk biaya yang pertama saja yang digunakan,
yaitu fixed dan variable cost, maka dengan menggunakan beberapa metode
perhitungan tertentu biaya semivariable ini haruslah dialokasikan baik ke dalam
fixed cost maupun variable cost.
Penentuan
tingkat breakeven point
Penentuan breakeven point
dapat dilakukan baik dengan menggunakan pendekatan grafik. Di sini breakeven
point diartikan sebagai suatu tingkat penjualan yang dapat menutup “fixed dan
variable operating expenses” atau biaya-biaya operasi yang bersifat tetap dan
variable. Dengan perkataan lain breakeven point akan tercapai pada tingkat
earning before interest and taxes = 0.seringkali pula breakevenpoint diartikan
sebagai tingkat penjualan yang dapat menutup semua biaya baik operating maupun
financial cost (overall breakeven point). Cara perhitungan kedua hal tersebut
adalah sama tetapi untuk maksud penganalisaan di dalam buku ini, maka
pengertian breakeven point yang pertama itulah yang akan digunakan.
Kelemahan
dalam analisa breakeven point
Sekalipun analisa
breakeven ini banyak digunakan oleh perusahaan tetapi tidak dapat dilupakan
bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa
breakeven point antara lain: asumsi tentang linearity, klasifikasi cost, dan
penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.
Asumsi
tentang linearity
Pada umumnya baik harga
jual per unit maupun variable operating
cost per unit tidak lah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan
perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan
dapat dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja
akan menyebabkan garis revenue tidak akan lurus melainkan melengkung. Di
samping itu variable operating cost per unitjuga akan bertambah besar dengan
meningkatnya volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja
disebabkan karena menurunnya efisiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya
upah lembur.
Klasifikasi
biaya
Kelemahan kedua dari
analisa breakeven point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya
karena adanya semivariable cost di mana biaya ini tetap sampai dengan tingkat
tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.
Jangka
waktu penggunaan
Kelemahan lain dari
analisa breakeven point adalan jangka waktu penerapannya yang terbatas,
biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi perusahaan selama
setahun. Kalau misalnya perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi
maupun biaya-biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran
tambahan tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang
dekat sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah penjualan
yang harus dicapai menurut analisa BEP agar dapat menutup semua biaya-biaya
operasi akan semakin bertambah besar juga.
Operating
leverage
Operating leverage timbul
karena adanya fixed operating cost yang digunakan di dalam perusahaan untuk
menghasilkan income. Menurut batasan yang diberikan di muka, fixed operating
cost tidak berubah dengan adanya perubahan volume penjualan. Operating leverage
dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed
operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan
terhadap earning before interest and taxes (EBIT).
Adapun kegunaan dari
operating leverage adalah leverage operasi dapat mengukur perubahan pendapatan
atau penjualan terhadap keuntungan operasi perusahaan. Dilihat dari kegunaan
operating leverage, dapat disimpulkan bahwa perusahaan dpat mengetahui
perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan penjualan, sehingga perusahaan
dapat mengetahui keuntungan operasi perusahaan.
Ilustrasi
operating leverage
Gambar dibawah menyajikan
grafik breakeven point dengan menggunakan data dari contoh yang sudah diberikan
di depan (harga jual per unit, P , Rp 100,00, variable operating cost, V , Rp
50,00, dan fixed operating cost,F , Rp 25.000,00).
Dari gambar tersebut dapat dilihat
dengan jelas bahwa peningkatan volume penjualan dari 1.000,00 unit menjadi
1.500 unit (X 1 ke X 2 akan mengubah tingkat EBIT dari Rp 25.000,00 menjadi Rp
50.000,00 (EBIT 1 ke EBIT 2). Dengan perkataan lain, peningkatan volume
penjualan sebesar 50% (1.000 menjadi 1.500 unit) akan menyebabkan tingkat EBIT
naik sebesar 100% (Rp 25.000,00 menjadi Rp 50.000,00). Dengan menggunakan titik penjualan pada 1.000
unit dapat dilihat pengaruh dari kenaikan / penurunan penjualan sebesar 50%
terhadap EBIT.
Kasus
1 : peningkatan penjualan sebesar 50% (1.000-1.500) menyebabkan kenaikan
EBIT sebesar 100% (RP 25.000,00—Rp
50.000,00).
Kasus 2 : penurunan
penjualan sebesar 50% (1.000-500) menyebabkan EBIT menurun sebesar 100% (Rp
25.000,00-Rp 0).
Dua kasus yang diilustrasikan di
atas menunjukan bahwa operating leverage bekerja dua arah dan operating
leverage timbul karena adanya fixed operating cost. Peningkatan penjualan
menyebabkan peningkatan EBIT yang jauh lebih besar, dan demikian pula
sebaliknya penurunan sales akan menyebabkan menurunnya jumlah EBIT yang tidak
proporsional.
Analisa breakeven dan operating leverage
150
125
Total
operating cost
100
EBIT
1 EBIT
Cost/
revenue (000) Rp.25.000,00 variable operating cost
75
50
25
0 500 1.000 1.500
X1 X2
Pengukuran
tingkat operating leverage (DOL)
Tingkat operating
leverage atau yang biasa dikenal dengan istilah “degree of operating leverage”
(DOL) dapat diukur dengan menggunkan formula sebagai berikut:
DOL
= prosentase perubahan EBIT
Prosentase
perubahan penjualan
Kasus
1 = +100% = 2
+50%
Kasus 2 = -- 100% = 2
--50%
Oleh karena perubahan dalam kasus
1 dan 2 di atas lebih besar dari 1 maka berarti dalam hal ini terdapat
operating leverage.
Cara lain untuk menghitung
tingkat atau degree of operating leverage adalah dengan mengumpamakan X sebagai
tingkat penjualan semula atau dasar dalam mengadakan perhitungan. Dengan
demikian akan didapatkan persamaan sebagai berikut:
DOL pada tingkat penjualan X = X (P – V
X (P – V) – F
Apabila data di atas dimasukkan
ke dalam rumus di atas, maka akan didapatkan hasil sebagai berikut:
DOL pada tingkat penjualan 1.000=
1.000 (Rp 100,00 – Rp 50,00)
1.000 (Rp 100.00 – Rp 50.00 – Rp 25,00
Fixed
operating cost dan operating leverage
Adanya perubahan di dalam
fixed operating akan sangat mempengaruhi operating leverage. Sebagai contoh
misalkan saja perusahaan yang diilustrasikan di atas berhasil menurunkan
variable operating costnya dari Rp 50,00 menjadi Rp 45,00 akan tetapi untuk itu
perusahaan harus memperbesar fixed operating costnya dari Rp 25.000,00 menjadi
Rp 30.000,00.
Tabel diatas menggambarkan pengaruh
dari peningkatan fixed operating cost terhadap operating leverage. Sekalipun
EBIT pada tingkat penjualan 1.000 unit tetap sama dengan EBIT sebelum ada
perubahan fixed operatingcost, yaitu Rp 25.000,00 tetapi dengan adanya
penurunan variable operating cost dan peningkatan fixed operating cost maka
mengakibatkan DOL menjadi lebih besar.
DOL
pada tingkat = 1.000 (Rp 100,00 - Rp 45,00)
Penjualan
1.000 1.000 (Rp 100,00 – Rp 45,00) – Rp
30.000,00
=
Rp 55.000,00 =2,2
Rp 25.000,00
Dengan perbandingan DOL sesudah
ada peningkatan fixed operating cost, (2,2) dengan DOL sesudah ada peningkatan
fixed operating cost, (2,0) dapatlah disimpulkan bahwa apabila fixed operating
cost relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan variable operating cost maka
DOL pun akan semakin tinggi.
Sudah disebutkan di depan bahwa
operating leverage bekerja dua arah, memperbesar keuntungan ataupun memperbesar
kerugian, maka dengan adanyan pengalihan dari struktur cost ke arah penggunaan
fixed operating cost yang lebih besar akan semakin memperbesar pula kemungkinan
kerugian yang akan diderita. Dengan melihat pada tingkat BEP sebelum ada
perubahan fixed operating cost, yaitu 500 unit (25.000/ 50), dan BEP sesudah
ada perubahan fixed operating cost, yaitu 545 unit (30,00/55, dibulatkan) akan
sangat jelas kiranya bahwa risiko/risk pun akan bertambah besar pula.
Meningkatkan BEP mencerminkan
suatu keadaan bahwa perusahaan harsu meningkatkan volume penjualan agar bisa
menutup peningkatan fixed operating cost.
Catatan : apabila data jumlah
penjualan yang tersedia hanya dalam rupiah (jadi bukan unit) maka DOL dapat
dicari dengan formula sebagai berikut:
DOL
pada jumlah penjualan ( Rp) = S – TV
S –TV - F
S
= sales revenue
TV = Total variable operating cost
F = Fixed operating cost
Risiko
operating (operating risk)
“operating risk” disini
dimaksudkan dengan suatu keadaaan dimana perusahaan tidak mampu menutup
operating costnya. Di atas sudah dikemukakan bahwa dengan meningkatnya fixed
operating cost maka penjualan pun harus ditingkatkan agar bisa menutup semua
operating cost. Dengan perkataan lain, meningkatnya fixed operating cost akan
menyebabkan tingkat BEP pun bertambah besar (faktor-faktor lain dalam keadaan
tetap).
BEP adalah merupakan suatu alat
yang sangat baik di dalam pengukuran operating risk. Semakin tinggi BEP,
semakin besar pula operating risk. Tetapi tingginya operating risk ini akan
diimbangi pula oleh tingginya DOL, dimana hal ini berarti keuntungan yang akan
diperoleh semakin besar karena prosentase peningkatan EBIT lebih cepat atau
besar dibandingkan dengan prosentase meningkatnya volume penjualan.
Seorang manajer keuangan harsulah
menentukan tingkat operating risk yang dapat diterima oleh perusahaan. Dia
harsu mempertimbangkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari
operating risk di satu fihak dengan operating leverage yang besar dilain fihak.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Syamsuddin,M.A.manajemen keuangan
perusahaan (konsep aplikasi dalam perencanaan, pengawasan, dan pengambilan
keputusan)-9,PT.raja grafindo persada, jakarta:2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar