Pengikut

Senin, 30 Maret 2015

Operating Leverage



1.1 Latar belakang
Saat ini dunia bisnis telah memasuki era globalisasi yang mendorong persaingan menjadi semakin ketat. Setiap perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan produksi dan berinovasi secara lebih efektif dan efisien bila ingin memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan perusahaan lain. Perkembangan ekonomi yang tidak stabil dan krisis yang terus menerus terjadi baik di dalam maupun di luar negeri turut memberi dampak terhadap eksistensi perusahaan di indonesia. Perusahaan menjadi kesulitan untuk dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya dalam upaya mencapai tujuannya, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan.
            Manajemem keuangan (financial management) dalam hal ini berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan umum. Dalam sebuah perusahaan menajer keuangan memiliki tanggungjawab dalam melakukan pengelolaan dan pengambilan keputusan struktur modal yang berkaitan dengan urusan pembiayaan atau pendanaan untuk segala aktifitas operasional maupun investasi. Salah satukeputusan penting yang dihadapi manajemen keuangan mengenai komposisi penggunaaan modal sendiri, modal saham, mauoun hutang jangka pendek dan atau jangka panjang oleh perusahaan. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur modal dapat membantu manajer dalam membuat keputusan dengan lebih tepat karena didukung banyak masukan informasi.
            1.2 Rumusan masalah
            Peran manajer dalam urusan pengambilan keputusan mengenai komposisi struktur modal terutama dalam penggunaan hutang perusahaan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan seluruh aktivitas yang di jalankan perusahaan. Meskipun telah banyak dilakukan penelitian yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi leverage, akan tetapi dengan didukung oleh latar belakang teori yang berbeda-beda maka hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda pula. Selain itu perbedaan beberapa variabel yang digunakan untuk memprediksikan pengaruhnya terhadap leverage pun dapat mempengaruhi hasil penelitian.







Operating Leverage
Didalam menajemen keuangan perusahaan pada umumnya dikenal dua macam leverage, yaitu operating leverage dan financial leverage. Operating leverage dapat digambarkan secara mudah dengan menggunakan laporan rugi laba. Everage ini membandingkan pengaruh pendapatan (penjualan) terhadap perubahan keuntungan operasional (operating income). Jika kita ingin menerapkan proses produksi baru dengan mesin-mesin baru yang mahal dan canggih. Sebagai konsekuensi perusahaan akan mengeluarkan uang yang banyak demi mesin tersebut dan akan berdampak pada menurunnya keuntungan operasional akan tetapi penggunaan mesin baru akan menghemat beberapa variabel. Contoh dengan mesin baru yang bekerja lebih cepat tenaga manusia bisa dikurangi. Perusahaan akan lebih menghemat daripada mempertahankan mesin lama. Tentu saja kedua cara tersebut harus memperhitungkan derajat dari pengungkit operasional atau degree of operating leverage (DOL).
Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan.
Operating leverage dapat digambarkan secara mudah dengan menggunakan laporan rugi laba. Tabel 4.1. menyajikan format laporan rugi-laba yang dipergunakan dalam menjelaskan pendekatan operating leverage.
Tabel 4.1.
Format umum laporan rugi-laba
                                    sales revenue
operating  leverage                               Less: cost of goods sold
                                                            Gross profit
                                                            Lesss: operating expenses
                                                            Earning before interest and taxes (EBIT)
Operating reverage berkenaan dengan “hubungan antara hasil penjualan dengan tingkat pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak”. (the firm’s sales revenue to its earning before interest and taxes), sedangkan financial leverage berkenaan dengan “hubungan antara pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak” (EBIT) dengan pendapatan yang tersedia bagi para pemegang saham biasa (earning before interest & taxes and the earning available for common stockholders) atau sampai dengan pendapatan per lembar saham (earning per share, EPS).
Analisa Breakeven Point
Sebelum membicarakan operating leverage maka adalah sangat penting untuk memahami konsep-konsep dalam analisa breakeven point karena konsep ini akan merupakan kerangka dasar dalam menjelaskan aspek-aspek pokok dalam analisa operating leverage.
Analisa breakeven point yang seringkali juga disebut dengan istilah “cost-volume-profit analysis” adalah sangat penting bagi perusahaan karena hal itu akan:
1. memungkinkan perusahaan untuk menentukan tingkat operasi yang harus dilakukan agar semua operating cost dapat tertutup.

2. untuk mengevaluasi tingkat-tingkat penjualan tertentu dalam hubungannya dengan tingkat keuntungan.
Untuk dapat mengadakan analisa breakeven ini, maka perlu terlebih dahulu diadakan pembagian biaya sesuai dengan sifat-sifatnya. Cost of goods sold dan operating expenses terdiri dari unsur-unsur biaya yang sifatnya tetap dan variable (fixed and variable cost). Dalam hal-hal tertentu, ada biaya-biaya yang sifatnya merupakan kombinasi dari biaya tetap dan biaya variable, yaitu biaya “ semi variable cost”.
Gambaran biaya menurut sifatnya                     
                                                                                    Semi variable cost
                                                                        Variable cost

cost (Rp)                                                          fixed cost


 
                                                            sales (units)
Biaya tetap
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa biaya tetap berhubungan dengan waktu (function of time) dan tidak berhubungan dengan tingkat penjualan. Pembayarannya didasarkan pada periode akuntansi tertentu dan besarnya adalah sama, misalnya, sewa gedung, penghapusan aktiva tetap, dan lain-lainnya. Sampai dengan range (jumlah) output tertentu biaya ini secara total tidak berubah.
Biaya variable
Biaya ini berhubungan langsung dengan tingkat produksi atau penjualan karena besarnya ditentukan oleh berapa besar volume produksi atau penjualan yang dilakukan, misalnya biaya bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung dan lain-lain.
Biaya semivariable
Biaya semivariable atau semivariable cost yang kadang-kadang juga disebut dengan “semifixed cost” mempunyai ciri-ciri gabungan antara biaya tetap dan biaya variable. Contoh dari semivariable cost misalnya saja komisi bagi para salesmen yang jumlahnya tetap sampai pada volume penjualan tertentu dan bertambah besar pada volume penjualan yang lebih tinggi.
Oleh karena di dalam perhitungan breakeven point hanya kedua bentuk biaya yang pertama saja yang digunakan, yaitu fixed dan variable cost, maka dengan menggunakan beberapa metode perhitungan tertentu biaya semivariable ini haruslah dialokasikan baik ke dalam fixed cost maupun variable cost.
Penentuan tingkat breakeven point
Penentuan breakeven point dapat dilakukan baik dengan menggunakan pendekatan grafik. Di sini breakeven point diartikan sebagai suatu tingkat penjualan yang dapat menutup “fixed dan variable operating expenses” atau biaya-biaya operasi yang bersifat tetap dan variable. Dengan perkataan lain breakeven point akan tercapai pada tingkat earning before interest and taxes = 0.seringkali pula breakevenpoint diartikan sebagai tingkat penjualan yang dapat menutup semua biaya baik operating maupun financial cost (overall breakeven point). Cara perhitungan kedua hal tersebut adalah sama tetapi untuk maksud penganalisaan di dalam buku ini, maka pengertian breakeven point yang pertama itulah yang akan digunakan.
Kelemahan dalam analisa breakeven point
Sekalipun analisa breakeven ini banyak digunakan oleh perusahaan tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa breakeven point antara lain: asumsi tentang linearity, klasifikasi cost, dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.
Asumsi tentang linearity
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun  variable operating cost per unit tidak lah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dapat dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis revenue tidak akan lurus melainkan melengkung. Di samping itu variable operating cost per unitjuga akan bertambah besar dengan meningkatnya volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efisiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.
Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa breakeven point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya karena adanya semivariable cost di mana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.
Jangka waktu penggunaan
Kelemahan lain dari analisa breakeven point adalan jangka waktu penerapannya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi perusahaan selama setahun. Kalau misalnya perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi maupun biaya-biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tambahan tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah penjualan yang harus dicapai menurut analisa BEP agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi akan semakin bertambah besar juga.
Operating leverage
Operating leverage timbul karena adanya fixed operating cost yang digunakan di dalam perusahaan untuk menghasilkan income. Menurut batasan yang diberikan di muka, fixed operating cost tidak berubah dengan adanya perubahan volume penjualan. Operating leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and taxes (EBIT).
Adapun kegunaan dari operating leverage adalah leverage operasi dapat mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap keuntungan operasi perusahaan. Dilihat dari kegunaan operating leverage, dapat disimpulkan bahwa perusahaan dpat mengetahui perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan penjualan, sehingga perusahaan dapat mengetahui keuntungan operasi perusahaan.


Ilustrasi operating leverage
Gambar dibawah menyajikan grafik breakeven point dengan menggunakan data dari contoh yang sudah diberikan di depan (harga jual per unit, P , Rp 100,00, variable operating cost, V , Rp 50,00, dan fixed operating cost,F , Rp 25.000,00).
Dari gambar tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa peningkatan volume penjualan dari 1.000,00 unit menjadi 1.500 unit (X 1 ke X 2 akan mengubah tingkat EBIT dari Rp 25.000,00 menjadi Rp 50.000,00 (EBIT 1 ke EBIT 2). Dengan perkataan lain, peningkatan volume penjualan sebesar 50% (1.000 menjadi 1.500 unit) akan menyebabkan tingkat EBIT naik sebesar 100% (Rp 25.000,00 menjadi Rp 50.000,00).  Dengan menggunakan titik penjualan pada 1.000 unit dapat dilihat pengaruh dari kenaikan / penurunan penjualan sebesar 50% terhadap EBIT.
            Kasus 1 : peningkatan penjualan sebesar 50% (1.000-1.500) menyebabkan kenaikan EBIT  sebesar 100% (RP 25.000,00—Rp 50.000,00).
Kasus 2 : penurunan penjualan sebesar 50% (1.000-500) menyebabkan EBIT menurun sebesar 100% (Rp 25.000,00-Rp 0).
Dua kasus yang diilustrasikan di atas menunjukan bahwa operating leverage bekerja dua arah dan operating leverage timbul karena adanya fixed operating cost. Peningkatan penjualan menyebabkan peningkatan EBIT yang jauh lebih besar, dan demikian pula sebaliknya penurunan sales akan menyebabkan menurunnya jumlah EBIT yang tidak proporsional.
                        Analisa breakeven dan operating leverage


 


150

125
                                                                                                Total operating cost
100
                                                EBIT 1             EBIT
Cost/ revenue (000)            Rp.25.000,00                                variable operating cost
75












 
50









 
25











 
0                      500      1.000          1.500
                                      X1              X2

Pengukuran tingkat operating leverage (DOL)
Tingkat operating leverage atau yang biasa dikenal dengan istilah “degree of operating leverage” (DOL) dapat diukur dengan menggunkan formula sebagai berikut:
            DOL = prosentase perubahan EBIT    
                        Prosentase perubahan penjualan
            Kasus 1 = +100%        = 2
                            +50%          
Kasus 2 = -- 100%       = 2
                             --50%
Oleh karena perubahan dalam kasus 1 dan 2 di atas lebih besar dari 1 maka berarti dalam hal ini terdapat operating leverage.
Cara lain untuk menghitung tingkat atau degree of operating leverage adalah dengan mengumpamakan X sebagai tingkat penjualan semula atau dasar dalam mengadakan perhitungan. Dengan demikian akan didapatkan persamaan sebagai berikut:
DOL pada tingkat penjualan X            =         X (P – V
                                                      X (P – V) – F
Apabila data di atas dimasukkan ke dalam rumus di atas, maka akan didapatkan hasil sebagai berikut:

DOL pada tingkat penjualan 1.000=    1.000 (Rp 100,00 – Rp 50,00)                           
                                                         1.000 (Rp 100.00 – Rp 50.00 – Rp 25,00

Fixed operating cost dan operating leverage
Adanya perubahan di dalam fixed operating akan sangat mempengaruhi operating leverage. Sebagai contoh misalkan saja perusahaan yang diilustrasikan di atas berhasil menurunkan variable operating costnya dari Rp 50,00 menjadi Rp 45,00 akan tetapi untuk itu perusahaan harus memperbesar fixed operating costnya dari Rp 25.000,00 menjadi Rp 30.000,00.
Tabel diatas menggambarkan pengaruh dari peningkatan fixed operating cost terhadap operating leverage. Sekalipun EBIT pada tingkat penjualan 1.000 unit tetap sama dengan EBIT sebelum ada perubahan fixed operatingcost, yaitu Rp 25.000,00 tetapi dengan adanya penurunan variable operating cost dan peningkatan fixed operating cost maka mengakibatkan DOL menjadi lebih besar.
            DOL pada tingkat        =          1.000 (Rp 100,00 -  Rp 45,00)                       
            Penjualan 1.000                1.000 (Rp 100,00 – Rp 45,00) – Rp 30.000,00     
                                                = Rp 55.000,00                        =2,2
                                                   Rp 25.000,00           
Dengan perbandingan DOL sesudah ada peningkatan fixed operating cost, (2,2) dengan DOL sesudah ada peningkatan fixed operating cost, (2,0) dapatlah disimpulkan bahwa apabila fixed operating cost relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan variable operating cost maka DOL pun akan semakin tinggi.
Sudah disebutkan di depan bahwa operating leverage bekerja dua arah, memperbesar keuntungan ataupun memperbesar kerugian, maka dengan adanyan pengalihan dari struktur cost ke arah penggunaan fixed operating cost yang lebih besar akan semakin memperbesar pula kemungkinan kerugian yang akan diderita. Dengan melihat pada tingkat BEP sebelum ada perubahan fixed operating cost, yaitu 500 unit (25.000/ 50), dan BEP sesudah ada perubahan fixed operating cost, yaitu 545 unit (30,00/55, dibulatkan) akan sangat jelas kiranya bahwa risiko/risk pun akan bertambah besar pula.
Meningkatkan BEP mencerminkan suatu keadaan bahwa perusahaan harsu meningkatkan volume penjualan agar bisa menutup peningkatan fixed operating cost.
Catatan : apabila data jumlah penjualan yang tersedia hanya dalam rupiah (jadi bukan unit) maka DOL dapat dicari dengan formula sebagai berikut:
            DOL pada jumlah penjualan ( Rp) =    S – TV
                                                                     S –TV - F
                S          = sales revenue
            TV       = Total variable operating cost
            F          = Fixed operating cost
Risiko operating (operating risk)
“operating risk” disini dimaksudkan dengan suatu keadaaan dimana perusahaan tidak mampu menutup operating costnya. Di atas sudah dikemukakan bahwa dengan meningkatnya fixed operating cost maka penjualan pun harus ditingkatkan agar bisa menutup semua operating cost. Dengan perkataan lain, meningkatnya fixed operating cost akan menyebabkan tingkat BEP pun bertambah besar (faktor-faktor lain dalam keadaan tetap).
BEP adalah merupakan suatu alat yang sangat baik di dalam pengukuran operating risk. Semakin tinggi BEP, semakin besar pula operating risk. Tetapi tingginya operating risk ini akan diimbangi pula oleh tingginya DOL, dimana hal ini berarti keuntungan yang akan diperoleh semakin besar karena prosentase peningkatan EBIT lebih cepat atau besar dibandingkan dengan prosentase meningkatnya volume penjualan.
Seorang manajer keuangan harsulah menentukan tingkat operating risk yang dapat diterima oleh perusahaan. Dia harsu mempertimbangkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari operating risk di satu fihak dengan operating leverage yang besar dilain fihak.








DAFTAR PUSTAKA

Drs. Syamsuddin,M.A.manajemen keuangan perusahaan (konsep aplikasi dalam perencanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan)-9,PT.raja grafindo persada, jakarta:2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar